HEGEMONI DI DUNIA PENDIDIKAN BELUM SEPENUHNYA HILANG


Ikan hiu ibaratkan institusi pendidikan yang setiap saat bisa melukai sirip bahkan memangsa ikan-ikan kecil (peserta didik). Ikan hiu membangun tambak-tambak bernama sekolah untuk mengasuh dan membesarkan ikan-ikan kecil. Di dalam tambak-tambak itu, ikan-ikan kecil akan di ajarkan bagaimana berenang menuju mulut ikan hiu. Di dalam perut ikan hiu, ikan-ikan yang tadinya kecil itu berkembang menjadi ikan-ikan lebih besar untuk memangsa ikan-ikan kecil lainnya….. Bertolt Brecht (in School Is Dead).
            Pernyataan diatas di kontekskan pada kebijakan pemerintah mengenai penentuan hasil Ujian Nasional (UN) yang ‘dirasa’ belum maksimal untuk membangun masyarakat yang cerdas, mandiri dan bertanggungjawab. Citra hegemoni dalam institusi pendidikan  belum bisa lepas dari pemerintah kita meskipun penentuan hasil UN tersebut mengikutsertakan nilai rapor siswa yang juga hampir sekarat akibat kebijakan-kebijakan lain di dunia pendidikan.
            Hegemoni yang nantinya bisa menciptakan imperialisme structural dan cultural ini, perlahan-lahan akan mematikan karakter independensi siswa dan menjadi ketergantungan yang sangat terhadap objek material yang sudah ada (pengatahuan yang mapan). Pada akhirnya, modernisme pun di agung-agungkan dan melupakan nilai-nilai lokalitas siswa yang sudah terbentuk dari keluarganya, sehingga tidak bisa di pungkiri bahwa sadar atau tidak sadar siswa telah di bentuk menjadi manusia-manusia “berkepribadian ganda”.
                Pengetahuan merupakan proses mencari tahu yang akan menghasilkan kesadaran (consciousness). Kesadaran secara terminologi adalah keinsafan akan perbuatannya serta keadaan yang sedang dialaminya (realitas). Kesadaran menjadi hal pembeda antara manusia dan hewan. Manusia dan hewan digerakkan oleh naluri, tapi manusia juga memiliki kesadaran dalam mengaktualkan nalurinya.   Dan jika proses hegemoni masih berlanjut maka kesadaran yang mungkin di miliki oleh para siswa adalah kesadaran naïf atau kesadaran yang lahir dari kesadaran orang lain. Ingat Paulo Freire…!!!!  Orang yang mengerti bukanlah orang yang menghafal, karena ia menyatakan diri atau sesuatu berdasarkan suatu ‘sistem kesadaran’, sedangkan orang yang menghafal hanya menyatakan diri atau sesuatu secara mekanis tanpa (perlu) sadar apa yang dikatakannya, dari mana ia telah menerima hapalan yang dinyatakannya itu, dan untuk apa ia menyatakannya kembali pada saat tersebut.
Tinjau Terus UN
We are the world 
We are the children 
We are the ones who make a brighter day 
So let's start giving 
There's a choice we're making 
We're saving our own lives 
It's true we'll make a better day 
Just you and me 

            Lyrik lagu Michel Jackson dalam “We are the world” memberi gambaran kepada kita bahwa anak (siswa) perlu diberi kesempatan untuk menentukan tujuan hidupnya. Oleh karena itu dalam proses pendidikan, baik pemerintah maupun institusi pemerintah harus member keleluasaan bagi setiap siswa untuk mengatakan kata-katanya sendiri, bukan kata-kata orang lain. Dalam hal ini, pelaksanaan UN sebaiknya betul-betul diserahkan kepada pihak sekolah di mana siswa tersebut membentuk kesadarannya. Secara pribadi, penulis menganggap –bukan hanya standarisasi kelulusan siswa- soal-soal yang ditawarkan kepada siswa “sangat” tidak membentuk kesadaran kritis siswa terhadap pengetahuan yang sudah mapan. Ok-lah jika ada pihak yang mengatakan bahwa masa sekolah merupakan masa pembentukan pengetahuan dan butuh pengetahuan yang sudah mapan sebagai dasar untuk bertindak lebih lanjut. Namun perlu juga di sadari bahwa semua orang berhak untuk membaca realitas kekinian, sehingga perlu kesadaran kritis untuk membaca realitas itu. Dalam hal ini, pengetahuan yang sudah mapan juga terkadang pelu di renovasi dan membangun pengetahuan-pengetahuan yang baru untuk membaca relitas kekinian. Learning By Doing kata Maslow. Kita belajar sambil mencocokkan dengan realitas, bukan kita belajar kemudian disimpan dikepala hingga menjadi basi.
            Oleh karena itu,There's a choice we're making, we’re saving our own lives, It's true we'll make a better day, Just you and me” seperti dalam lyric lagu diatas. Biarkan siswa membahasakan apa yang telah dipelajarinya di bangku sekolah dengan kata-katanya sendiri. Beri kesempatan mereka untuk menuangkan hasil refleksinya terhadap apa yang telah di dapatkannya dengan lisan mereka atau jika kekurangan tata bahasa, dengan tulisan pun falid  yang berasal dari kesadarannya sendiri setelah melahap kesadaran-kesadaran orang lain (buku-buku pelajaran). Automatically, pemerintah tidak bersusah payah lagi menyiapkan tenaga, pikiran, waktu, dan yang paling penting ‘uang’ untuk membiayai kelulusan siswa-siswa di negeri ini.   
            Namun penulis menyadari bahwa dalam sebuah system, hanya satu ‘palu kebijakan’ dan satu orang pula yang memegang palu kebijakan tersebut……..doh” terjebak juga di kesadaran naïf…..hehehe, nasib, nasib.

Marlin

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "HEGEMONI DI DUNIA PENDIDIKAN BELUM SEPENUHNYA HILANG"

Posting Komentar