CATATAN KECIL GURU TIK (Part II)

Segala keinginan di setiap pelupuk mata "selalu" berbeda. Bahkan terpendam jauh tanpa kata-kata.
               
                Pagi ini aku berjalan santai di bawah teduh warna langit berwarna marun diantara aroma ombak pantai yang dingin. Satu pemandangan yang tak mungkin aku lewatkan. Seorang perempuan berpakaian minimalis duduk menghadap panjangnya lautan. Cantik namun membeku. Duduk menyendiri dengan pandangan menerawang jauh, mungkin dia adalah perempuan yang di tinggal malam atau perempuan yang rindu dengan ribuan cahaya sunrise. Aku memandangi pemandangan ini begitu lama hingga tiba-tiba muncul keinginan untuk menawarkan segelas teh hangat dan duduk di sebelahnya menikmati cantik raut wajahnya.  Namun, selekasnya aku melompat keluar dari keinginan itu ketika melihat dari sudut jalan yang hampir tak terlihat, seorang lelaki menghadap kanvas memberi tanda untuk tidak mendekati perempuan itu.  Dengan mimik yang menyembunyikan keinginan untuk mendekat, aku menjauh dari perempuan itu, namun pandanganku tak lepas dari pesonanya.

                Sekali lagi, lelaki di depan kanvas itu memberi tanda kepadaku untuk duduk di bangku belakang gadis itu. Setelah mengerjakan permintaannya, aba-aba selanjutnya, dia mengacungkan jempolnya.  Tidak peduli permintaannya menggagalkan separuh harapanku pagi ini, yang jelas aku masih di beri kesempatan untuk menikmati bau badannya yang alami menyatu dengan embun pagi.

Segala keinginan di setiap pelupuk mata "biasanya" berbeda. Bahkan terpendam jauh tanpa kata-kata.

Sambil menunggu luapan nafsu sang pelukis itu dituang dalam kanvas yang haus oleh warna kulit perempuan dengan warna dan garis yang tidak mungkin terulang, aku membayangkan seandainya aku yang sedang melukis perempuan itu.

Aku akan melukisnya di antara etalase yang sudah kehilangan separuh lampunya sehingga cahaya kulitnya lebih bersinar dibanding cahaya lelah lampu etalase yang masih tersisa. Hitam rambutnya kubuat lebih gelap mengkilau dari gelapnya malam seraya menarik kanvas membuat senyum dari bibir tipisnya tanpa pewarna mengungkapkan secara tersirat keinginan cinta yang tak terhingga.

Ahh…! Kulukis tubuhnya yang terbungkus dengan kain super sempit dan lengket  untuk memberi penjelasan yang singkat dan tersirat pada segala sesuatu di baliknya sehingga nampak semakin menggairah.  Dan tentu aku akan melukisnya dalam keadaan berjalan dan tampak samping untuk memberi penjelasan kepada orang-orang yang tidak percaya pada teori-teori kecantikan bahwa kaki (paha, betis, dan lain sebagainya) cukup memberi tanda bahwa perempuan itu cantik.

Segala keinginan di setiap pelupuk mata "terkadang" berbeda. Bahkan terpendam jauh tanpa kata-kata.

Suatu hari aku bertemu dengan Lili Muchlis yang sedang membuat sketsa wajah dikomputernya. Sambil melanjutkan pekerjaannya, dia memberi sedikit pencerahan tentang hal yang bersifat Visual. Bahwa segalanya harus memiliki pesan dan membuat semua orang yang melihatnya berfikir tentang pesan-pesan visual yang di tampilkannya.

Begitupun dengan lukisan, harus memberi pesan kepada semua orang yang melihatnya, entah patuh pada realitas atau mencoba membangkannya.  Aku ingin melukis perempuan itu dengan kelembutan luar biasa melebihi putri salju. Tersenyum dalam luka yang memanjang. Kadang seorang pelukis perlu meremas tangan perempuan untuk merasakan volume kelembutannya. Ingin mengatur detak jantung objeknya untuk menanamkan ketegaran.  Atau membisikkannya sebait puisi untuk menampilkan sosok yang peka.

Oh…indahnya perempuan ini dalam lukisanku. Komposisi warna cerah yang kuramu untuk menyibakkan gelap malam. Anggun. Dengan pakaian super minimalis, ditangannya tergenggam senapan. Cukup memberi pesan bahwa kelembutannya bukan untuk di permainkan. Kelembutannya yang tiba-tiba bisa mengancam bahkan membunuh siapa saja yang sengaja mempermainkannya.

Dan perlukah kutambah halusinasi lain berupa butiran-buritan salju yang jatuh dari langit untuk menggambarkan kepada semua orang yang melihatnya bahwa dia begitu lekas. Kebahagiaan dan kenikmatan selintas. Suatu saat akan mencair dan hilang.

Segala keinginan di setiap pelupuk mata “mungkin” berbeda. Bahkan terpendam jauh tanpa kata-kata.

“Terima kasih, bung!” sosok tubuh penuh bercak-bercak cat di pakaiannya berdiri sambil memperlihatkan sebuah lukisan yang seolah mengulang kembali apa yang saya bayangkan ketika menjadi seorang pelukis. Kedua tanganku mengalir dan tanpa aba-aba meraih lukisan itu dengan raut muka sangat tidak percaya. Seorang perempuan berjalan menelusuri etalase yang hampir kehilangan cahaya lampunya. Perempuan yang anggun dengan senapan panjang di tangannya. Lekuk-lekuk tubuhnya tergambar jelas dari pakaian yang super minimalis. Seperti perempuan di lukisanku.

Belum lagi keherenanku selesai, tiba-tiba tersenggol oleh lelaki berjalan mabuk.  Sepertinya bekas mabuknya semalam belum habis. Aku memandang sekitar, tdak ada satu pun orang kecuali pemabuk ini. Tidak ada perempuan itu, tidak ada pelukis yang penuh bercak-bercak cat warna-warni. Bahkan ombak pantai pun tiba-tiba menghilang menjadi bentangan panjang jalan raya yang sepi. Tak lama kemudian suara Adzan Subuh terdengar parau……

Segala keinginan di setiap pelupuk mata bisa saja menghilang. Tanpa kata-kata.

NB : Catatan ini kudedikasikan kepada Para Guru Photosopku Lily MuchlisAzhari ArifIno' Minoritas Slank dan Bongkar Antho . Serta kepada Sumarlin Syam yang selalu bercita2 jadi pelukis (haha)

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "CATATAN KECIL GURU TIK (Part II)"

Posting Komentar