(tulisan ini saya dapatkan kembali dari blog yang saya dan teman-teman di komunitas literasi idefix pernah buat. nama blognya: lendianproject2006.blogspot.com. blog itu dibuat rencananya untuk proyek novel bersama, tapi mampus di perjalanan. uh, sudah lama sekali blog ini saya lupakan. dan tiba-tiba ia muncul saat saya OL tengah malam ini):
ia belum paham juga. ia pikir dengan berlari semuanya terselesaikan.
aku bilang padanya,"ada saatnya kita berhenti. menghirup udara, merasai letih, atau membasuh jejak-jejak pasir dan debu pada epidermis tubuh kita yang lusuh. atau bertanya kepada orang-orang yang duduk santai di kafe-kafe, hari apa sekarang, jam berapa sekarang, dan apakah musim masih saja posmo. seperti sokrates. ya, seperti sokrates."
ia belum paham. masih saja ngotot. masih beranggapan bahwa waktu hari ini begitu kejam. kita harus mengejarnya. jik tidak, kita akan ketinggalan.
ah, ia memang keras kepala. tak juga membaca gelagatku yang ingin agar ia menyediakan waktunya sejenak bersamaku.
***
terminal yang lengang. ia masih nyinyir. nyerocos sana-sini. bicara ini bicara itu. ia bangga dengan semua yang telah ia lakukan: mengelilingi dunia, menuliskan kisah perjalanan, dan mempublikasikannya. kisah perjalanan terakhir ia buat--dan telah diterjemahkan dalam banyak bahasa--bercerita tentang sekelompok indian yang menjadi guru di komunitas negro. buku ini sangat laris dan mendapat sambutan yang luarbiasa di dunia internasional. dalam seminggu, telah terjual hampir lima ribu eksamplar. itu di dalam negeri.
ia memang banyak terinspirasi dengan karl may yang telah menulis kisah perjalanan yang begitu memukau. ia berambisi menjadi seperti phileas fogg--tokoh dalam novel jules verne--yang mampu mengelilingi dunia dalam delapan hari.
ia pernah berkata padaku,"setelah melewati begitu banyak kontemplasi, aku mengetahui seperti apa kematianku nanti. aku telah tahu takdirku. aku akan mati dalam perjalanan."
aku jadi ngeri mendengarnya. kontemplasi apa yang ia maksud? takdir mana yang ia tuju? bukankah setiap hidup tak selalu berjalan linear, kadang ia harus berbelok, seperti bantaran sungai di kampung-kampung? ia mengatakan, tanda itu ada pada tubuhnya. sejak kecil ia selalu merasa cepat lelah. kakinya memberat. tapi, ia selalu memaksakan untuk berjalan. hingga suatu hari, ia berjalan di pematang sawah dan terjatuh. ketika hendak bangun, kakinya seperti hilang daya. hingga ia dipapah menuju sebuah balai-balai tak jauh dari tempat itu. ia diobati dengan air yang dimantrai. tiba-tiba uratnya menegang dan terasa sakit sekali. tapi, selang beberapa lama, hilang seketika. pak tua yang mengobatinya mengatakan dengan wajah seperti penuh dengan teka-teki,"kamu hanya punya satu cara untuk mengobati kesakitan ini. kamu harus terus berjalan. membiasakan kaki untuk beraktifitas. jika kamu tak berjalan kaki dalam waktu dua hari, penyakit ini akan datang lagi."
awalnya ia tak percaya dengan wejangan yang dsampaikan pak tua itu. namun, suatu hari itu terbukti. ia bermalas-malasan di rumah selama dua hari, hingga tengah malam tiba-tiba urat-uarat kakinya menegang dan mengakibatkan rasa sakit yang sangat.
sejak saat itu, ia memutuskan menjadi penulis. kerja di sebuah perusahaan pers di bagian kisah perjalanan petualang sejati.
maka, aku hanya ingin meminta satu setengah hari untuk bersamanya. satu setengah hari saja. itu sudah lebih dari cukup. ada banyak hal yang ingin aku ceritakan. tentang si andi yang mati karena kelebihan dosis obat keras, atau murni yang menolak menjadi dokter dan memilih menjadi aktifis lingkungan, juga si karno yang kini menjadi direktur sebuah perusahaan rekaman. dan banyak cerita teman-teman sekelas yang dulu satu geng.
tapi, ia kini larut dengan kesibukannya. ia lupa ia punya waktu dua hari untuk bermalas-malasan dan melakukan kembali perjalanan agar urat-urat kakinya tak berang dan meradang.
ia lupa itu. benar-benar telah lupa
Dari : Dedy Ahmad Hermansyah
0 komentar: on "Laki-laki yang Mesti Terus Berlari"
Posting Komentar